JARAN WRHASPATI TATTWA SEBAGAI JALAN MENCAPAI MOKSA
Iklan
- PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Lontar
Gambaran umum lontar merupakan bagaimana lontar tersebut. Yang terdiri dari Asal usul naskah lontar dan keadaan lontar yang akan dipaparkan dibawah ini.
2.2 Asal Usul Naskah/Lontar
Lontar atau naskah Wrhaspati Tattwa didapat di Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali yang sudah berupa buku dengan judul Wrhaspati Tattwa. Naskah atau buku ini diterbitkan oleh PARAMITA Surabaya tahun 1998. Naskah ini merupakan hasil terjemahan dari lontar Wrhaspati Tattwa yang diterjemahkan oleh Tim penyusun.
Tim penyusun :
Alih bahasa : Drs. I.G.A.G. Putra
Drs. I Wayan Sadia
Editor : I Wayan Maswinara
2.3 Keadaan Naskah Lontar
Lontar atau naskah Wrhaspati Tattwa memiliki 74 halaman dan 74 sloka didalamnya. Sampul naskah atau buku berwarna biru dengan judul Wrhaspati Tattwa. Naskah atau buku ini merupakan milik Departemen Agama R.I. dalam rangka proyrk peningkatan pendidikan Agama Hindu di perguruan tinggi anggaran 1998/1999. Dan buku ini tidak untuk diperdagangkan.
2.4 Sinopsis/ Ringkasan Isi Lontar
Wrhaspati tattwa terdiri atas 74 pasal menggunakan bahasa Sansekerta dan Jawa kuna. Bahasa Sansekertanya disusun dalam bentuk sloka dan bahasa Jawakunanya disusun dalam bentuk gancaran yang dimaksudkan sebagai terjemahan / penjelasan bahasa Sansekertanya.
Wrhaspatitattwa berisi dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sanghyang Iswara berstana di puncak Gunung Kailasa yaitu sebuah puncak di Gunung Himalaya yang dianggap suci. Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan guru dunia (guru loka) yang berkedudukan di surga.
Pada dasarnya Wrhaspatitattwa berisi ajaran tentang kamoksan atau kalepasan. Yang secara garis besar ajarannya adalah sebagai berikut.
Kenyataan tertinggi itu ada dua yang disebut dengan istilah Cetana dan Acetana. Cetana adalah unsur kesadaran. Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini bersifat halus dan menjadi sumber segala yang ada.
Cetana (unsur kesadaran) itu ada tiga jenisnya yaitu paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa dan Siwatma Tattwa. Kemudian ketiganya disebut Cetana Telu, tiga tingkatan kesadaran. Ketiganya tidak lain adalah Sanghyang Widhi sebdiri yang telah berada tingkat kesadaranyya.
Pramasiwa memiliki tingkat kesadaran tertinggi. Sadasiwa menengah dan Siwatma terendah. Tinggi rendahnya tingkat kesadaran itu tergantung pada kuat tidaknya pengaruh Maya. Paramasiwa bebas dari pengaruh Maya. Sadasiwa mendapat pengaruh sedang – sedang saja. Sedangkan Siwatma mendapat pngaruh paling kuat.
Sanghyang Widhi Paramasiwa adalah kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu maya, karena itu Ia disebut Nirguna Brahman. Ia adalah perwujudan sepi, suci mumi, kekal abadi, tanpa aktivitas.
Pramasiwa kemudian kesadarannya mulai tersentuh oleh Maya. Pada saat seperti itu, Ia mulai tersentuh oleh sakti, guna dan swabhawa yang meruoakan hokum kemahakuasaan Sang Hyang Widhi Sadasiwa. Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendaknya yang disimbulkan dengan bunga teratai yang merupakan sthananya.
Ia digambarkan sebagai perwujudan mantra yang disimbulkan dengan aksara AUM (OM) dengan Iswara (I) sebagai kepala, Tatpurusa (TA) sebagai muka, Aghora (A) sebagai hati, Bamadewa (BA) sebagai alat – alat rahasia, Sadyojata (SA) sebagai badan.
Dengan sakti, guna dan swabhawanya Ia aktif dengan segala ciptaan – ciptaanNya. Karena itu, Ia disebut Saguna Brahman.
Pada tingkatan Siwatma Tattwa, sakti, guna dan Swabhawanya sudah berkurang karena sudah dipengaruhi oleh Maya. Karena itu, Siwatma Tattwa disebut juga Mayasira Tattwa. Berdasarkan tingkat pengaruh Maya terhadap pengaruh Siwatma Tattwa, maka Siwatma Tattwa dibedakan atas delapan tingkatan yang disebut Astawidyasana.
Bila pengaruh Maya sudah demikian besarnya terhadap Siwatma, menyebabkan kesadaran aslinya hilang dan sifatnya menjadi awidya. Dan apabila kesadarannya terpecah – pecah dan menjiwai semua makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia, maka Ia disebut Atma atau Jiwatman.
Meskipun atma merupakan bagian dari Sanghyang Widhi (Siwa), namun karena adanya belenggu awidya yang ditimbulkan oleh pengaruh Maya ( Pradhana Tattwa), maka Ia tidak lagi menyadari asalnya. Hal ini menyebabkan ada dalam lingkaran sorga – neraka – samsara secara berulang ulang. Atma akan dapat bersatu kembali ke asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran Catur Iswarya, Panca Yama Brata, Panca Niyama Brata, dan Astasiddhi. Bilaman dalam segala karmanya bertentangan dengan ajaran – ajaran tadi, maka atma akan tetap berada dalam lingkaran samsara, reinkarnasi.
Bentuk atau wujud reinkarnasi atma sangat banyak tergantung karma wasananya atma pada saat penjelmaannya terdahulu. Salah satu wujud reinkarnasi itu adalah sebagai Sthawara janggama yng disebutkan sebagai penjelmaan yang oaling jelek. Wujud reinkarnasi seperti itu adalah suatu penderitaan luar biasa yang harus diakhiri.
Untuk mengakhiri lingkaran samsara itu, Wrhaspatitattwa mengajarkan agar setiap orang menyadari hakikat ketuhanan dalam dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan :
- mempelajari segala tattwa (Jnanabhyudreka)
- Tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu (Indriyayogamarga)
- Tidak terikat pada pahala – pahala perbuatan baik atau buruk (Trsnadosaksaya)
Lain daripada itu, Wrhaspatitattwa juga mengajukan jalan lain untuk mencapi Sanghyang Wisesa yaitu dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia (yoga) melalui enam tahapannya yang disebut Sadanggayoga. Yoga didasari dan dibangun oleh dasasila, sepuluh prilaku yang baik.
2.5 VIBHU DAN PRABHU – SAKTI
Inuta nira ikang sarvatattwa,., inuta ngaranya, winyapaka nira kadyangga ning minak hameng susu, hanekang minak ngkaneng susu, ndatan katon, ya ta sinangguh tita ngaranya, prota ngaranya, manisutrawat, kadyangga ning mani mangeka desa gatinya, ika tang uka utaprota, ya ta wibhusakti ngaranya, sira gumawe ikang rat kabeh, prabhu sakti ngaranya, tatan kabadha dew dira ring rat kabeh, nahan yang cadusakti ngaranya padmakara, ri madhya nika, ngkana ta palungguhan bhatara ( ri ) kala nira n masarira, mantratma ta sira, mantra pinaka sarira nira, isana murdhaya, tatpurusa waktra ya, aghora hredaya ya, vamadeva guhya, sadyojata murti ya,aum, nahan pinaka sarira bhatara, bhaswara sphatikawarna, nahan ikanang guna ri sira, durasravana, durasarvajna ta sira, duradarsana ta sira, durasravana ngaranya rumengo i sabda madoh aparek, durasarvajna ngaranya wruh ry ambek ning madoh aparek , duradarsana ngaranya tumon ing adoh aparek , sawang – sawang guna ngaranika, anima, laghima, mahima, prapti, prakamya, isitva, vasitva, yatrakamavasayitva, ya ta, astaisvarya ngaranya, pinaka svabhava bhatara, nahan yang Sadasivatattva ngaranya.
Isor nikang sadasivatattva mayasirastattwa ngaranya, unggwan sang hyang astavidyasana, Ananta, Suksm, Siva – tama, Ekarudra, Ekanetra, Trimurti, Srikaniha, Shikandi, sang hyang Ananta sira kinon bhatara umyapaka ikang bhuwana lawan jagat, api tuvi manglepasaken atma wyapara waneh, yapwan huwus wyapara pakon bhatara, irika ta yan mokta sang hyang Ananta, sang hyang suksma gumanti Ananta, Sivatama gumanti Suksma, Ekarudra gumanti Sivatama, Ekanetra gumanti Ekarudra, Trimurti gumanti Ekanetra Srikantha gumanti Trimurti, sikhandi gumanti Srikantha.
Srikhantaku teki, Srikantha ngaranku kinon maweh aji ring brahmanda, pinanah pwaku ring ragi de bhatara Kama gelengku ri sang hyang Kama, matangyan dineleng ya ring drestiwisa, syuh, pwekawak sang hyang Kamadewa, bhasmibhuta, matemahan awu, ndan ikang raga kewekas iry aku, ya ta matangyan maka rabi ibunta bhatari Uma an pakanak sang Sanatkumara, nahan tattva nira sang hyang anaku sang vrhaspati, ikang Rudra i sor ya inalapku piningruhurakenku, sira gumantiya Sikhandi, nahan yang mayasirastattva ngaranya, i sor nikang mayasirastattva, yatika mayattva ngaranya, Mayatattva ngaranya sunya tawak ny acetana, pada lawan Sivatattva, ndan acetana svabhavanya, ya ta sornya sangkeng Sivatattwa, winyapakaken pwa ya dening Sivatattva, cetana svabhavany, utaprota pweka dening Sivatattva, mawyapaka ikang uta wibhuh ring awak nikang maya, ikang prota mangekadesa, ikang Sivatattva prota svabhavanya ring maya, ya ta matangyan koparenggan mala, mala ngaraning acetana, apan ikang Sivatattva sedeng sphatikawarna, nirmala malilang aho mahening, pinaka svabhavanyan cetana, koparenggan pwa ya dening acetana, hilang ta sakti nira.
Sakti ngarnya ikang lawan sarvakarta, mari pweka sivatattva,sarvajna sarvakaryakarta, ya ta sinangguh atma ngaranya, cetana lengeng – lengeng ngharanya akweh pwekang atmatattva, ya ta tawwan ma Ngyan sesoktang mayatattwa, kadyangga ning umah ning tawwan, matap matumpang – tumpangan, ikang maya yang kena umah ning tawwan, ikang atma yangken anak ning tawwan, adhomuka tumungkul ngaranya, mulat i sor juga tikang atma, tan wruh irikang tattva iruhurnya, inulahaken pwekang mayatattva dening sakti bhatara, metu tang pradhanatattva, ganal – ganal ning maya sunya tawaknya cetana, pinatemwaken pwekang atma tattva lawan ikang pradhanatattva de bhatara, hilang malupa ikang atma cetana, apan tan pajnana, mawyapakeng pradhanatattva, ika ta maweh lupa ring atma, ya ta pradhanatattva ngaranya, inulahaken pwekang pradhanatattva dening kriya sakti bhatara, an pakanak tang trigunatattva, trigunatattva ngaranya sattva rajah tamah.
Artinya :
Dunia ini disusupi ( uta ) dan dirangkai ( prota ) oleh Hyang Guru Siva, uta adalah kekuatan meresap, dan prota kekuatan merangka. Ia meresap dalam segala benda. Inuta artinya : iameresap didalamnya seperti minyak dalam susu. Minyak ada dalam susu tetapi tidak kelihatn. Hal ini disebut uta. Prota adalah manisutravat yaitu, seperti halnya benang mengikat seluruh benda pada satu tempat ( demikian pula paramasiva mengikat semua benda ). Inilah yang disebut utaprota. Kekuatan ini disebut “kekuatan meresap” (vibhusakti).Kekuatan inilah yang menciptakan jagat raya.
Prabhusakti menyatakan bahwa tak ada satu kekuatanpun di dunia ini yang dapat menahan – Nya. Keempat sakti itu ( cadusakti ) dalam bentuk teratai. Di tengah – tengah teratai adalan tempat duduk Tuhan, ketuka ia mengambil suatu wujud ( badan ), Ia adalah matratma. Mantra membentuk badan. Isana sebagai kepala, Tatpurusa sebagai muka, Aghora sebagai jantung, Vamadeva bagian yang dirahasiakan, dan Sadyojata adalah wujud – Nya. AUM. Ini merupakan badan Tuhan, yang bercahaya, bening seperti kristal. Berikut ini dalah sifat – sifatnya : ia bersifat Durasravana, berarti bahwa ia mampu mendengar suara dari jauh dan dari dekat.
Durasarvajna, berarti Ia mengetahui apa yang terjadi di tempat yang jauh dan yang dekat. Duradarsana artinya Ia dapat melihat yang jauh dan dekat. Inilah yang disebut guna. Anima, Laghima, Mahima, Prapti, Prakamya, Isitva, Vasitva, yatrakamavasayitva : Ini yang dikenal sebagai “ delapan kekuatan utama” ( asta isvarya ). Inilah delapan sifat tuhan, yang disebut sadasivatattva.
Yang lebih rendah dari sadasivatattva ialah mayasirasttva yang merupakan tempat tempat astavidyasana ( delapan tempat pengetahuan ) : Ananta, Suksma, Sivatama, Ekarudra, Ekanetra, Trimurti, Srikantha, dan Sikandhi. Ananta yang suci diperintahkan oleh Tuhan untuk menembus dunia ( bhuvana ) dan angkasa ( jagat ) serta untuk meningkatkan atman. Suksma yng suci menggantikan Ananta, Sivatama menggantikan Suksma, Ekarudra menggantikan Sivatama, Ekanetra menggantikan Ekarudra, Trimurti menggantikan Ekanetra, Srikantha menggantikan Trimurti, Sikhandi menggantikan Srikantha. Aku inilah Srikantha ketika Aku menerima perintah untuk mengajarkan pengetahuan spritual kepada jagat. Aku dipanah oleh Dewa Asmara ( Bhatara Kama ) dengan panah cinta. Maka Aku marah kepadanya. Ole karena itu Aku memandang dia dengan mataku yang berbisa dan hancurlah badan Bhatara Kama, hingga menjadi abu. Namun api cinta tetap menyala dalam sanubariku, maka aku ambil ibumu, bhatari Uma sebagai istri. Ia melahirkan sanatkumara. Inilah tattva astavidyasana yang suci yang suci, anaku Vrhaspati. Rudra ada di tingkat yang lebih rendah. Aku ambil dan Aku tingkatkan dia. Ia menggantikan Sikhandi. Inilah mayasirastattva. Di bawah mayasirastattva adalah mayatattva. Mayatattva melambangkan kehampaan dan merupakan perwujudan ketidaksadaran. Ia sama dengan Sivatattva, tetapi ia bersifat tidak sadar. Ia lebih rendah daripada Sivatattva. Ia ditembus oleh Sivatattva yang merupakanalam sadar. Ia dijalin (uta) dan diikat (prota) oleh Sivatattva. Disebut uat karena ia ditembus oleh badan maya. Disebut prota karena ia diikat oleh badan maya. Alam Sivatattva terjalin dalam maya (prota). Oleh sebab itulah ia kena mala. Mala artinya ketidak sadaran.
Sivatattva bersifat bening tanpa noda, terang, suci dan jelas. Jika ia dinodai oleh ketidaksadaran, kekuatannya ( sakti ) akan hilang. Sakti berarti tau segala – galanya. Jika Sivatattva tidak maha tahu dan maha pencipta, ia disebut atman yang artinya kesadaran, yang telah mabuk. Atmatattva itu sangat luas. Maka itulah Mayatattva sangat padat seperti tawon yang berjejal – jejal dalam sarangny. Maya dapat diibaratkan sarang tawon. Atman diibaratan tawon muda yang bergantung, muka menghadap ke bawah (adhomuka). Atman menghadap kebawah tanpa mengetahui tattva ada di atasnya.
Kekuatan Tuhanlah yang menggerakan Mayatattva dan timbulah Pradhanatattva, yang merupakan perwujudan maya, yang hampa, yaitu alam tidak sadar. Tuhan menggabungkan atmatattva dan Pradhanatattva. Atman lenyap dan menjadi tidak sadar. Ia menjadi acetana karena ia tidak merasa dimasuki oleh pradhanatattva. Itulah yang menyebabkan ketidak sadaran ataman. Sedangkan pradhanatattvadigerakkan oleh kekuatan Tuhan ( kriyasakti ) dan melahirkan triguna, yaitu sattva, rajah dan tamah.
Di dalam sloka diatas dijelaskan bahwa : Bagaimana kekuatan Tuhan serta sifat Tuhan sehingga menciptakan jagatraya dan melahirkan seluruh tattva yang membentuk sifat manusia yaitu Triguna yang akan mempengaruhi atman mencapi moksa.
Dunia ini dibentuk dan diragkai oleh sang hyang Siwa (Tuhan) bagaimana telah dijelaskan bahwa prabhusakti menyatakan tak ada satu pun yang bisa menyamai kekuatan Tuhan. Dikatakan Tuhan mepunyai empat sakti yang disebut cadusakti dengan bentuk teratai. Ketika Tuhan mengambil suatu wujud (badan) Tuhan adalah mantratma. Mantra membentuk badan. Isana sebagai kepala, tatpurusa sebagai muka, Aghora sebagai jantung, Vamadeva bagian yang dirahasiakan, dan sajyojata adalah wujud Tuhan. Badan Tuhan disebut AUM, yang bercahaya seperti kristal. Tuhan memiliki sifat Durasravana yang artinya bahwa Ia mampu mendengar suara dari jauh dan dari dekat.
Tuhan memiliki delapan kekuatan utama (asta isvarya) yaitu Anima, laghima, mahima, prapti, prakamya, isitva, vasitva, yatrakamavasayitva. Inilah delapan sifat tuhan yang disebut sadasivatattva. Adapun yang lebih rendah daripada sadasivatattva ialah mayasirastattva yang merupakan tempat astavidyasana yaitu delapan tempat pengetahuan yang terdiri dari beberapa bagian yaitu : Ananta, Suksma, Sivatama, Ekarudra, Ekanetra, Trimurti, Srikantha, dan Sikandhi. Dari hal tersebut semua tattvapun lahir seperti mayasira tattva, sivatattva, atman tattva, pradhanatattva. Mayasirastattva atau mayatattva melambangkan kehampaan dan merupakan perwujudan ketidak sadaran. Sivatattva berarti sifat sadar, bening tanpa noda, terang, suci, dan jelas. Atmantattva artinya kesadaran, bersifat mabuk. Atmantattva itu sangat luas bagaikan tawon muda yang bergantung , muka menghadap kebawah yang artinya tanpa mengetahui yang diatasnya karena belum memiliki kesadaran sepenuhnya disebut dengan sifat mabuk. Ketika Tuhan menggerakkan mayattva timbullah Pradhanatattva yang merupakan perwujudan maya yang hampa, yaitu alam tidak sadar. Tuhan menggabungkan attmatattva dengan pradhanatattva atman menjadi lenyap dan tidak sadar, Ia pun menjadi acetana, itulah yang menyebabkan ketidak sadaran atman. Dari hal tersebut semua tattva digerakan oleh Tuhan seperti pradhanatattva yang digerakkan oleh kekuatan Tuhan (kriyasakti) sehingga timbul sifat Triguna, yaitu sattva, rajah, dan tamah yang dimiliki oleh manusia sebagai penentu pencapaian surga dan neraka hingga mencapai moksa.
2.6 PIKIRAN PENYEBAB SURGA DAN NERAKA
- 16. Ikang citta hetu nikang atman pamukti swarga, citta hetu ning atma tibeng neraka, citta hetu nimittanyan pangdadi tiryak, citta hetunyan pangjanma manusa, citta hetunyan pamanggihaken kamoksan mwang kalepasan, nimitanya nihan
Artinya :
Ketenangan, surga dan neraka, eksistensi hewan dan wujud manusia, semua ini dihasilkan oleh kekuatan pikiran, yaitu pikiran yang penuh dosa.
Pikiran ( citta ) yang menyebabkan atman menikmati moksa. Pikiran pula yang menyebabkan atman masuk neraka. Pikiran yang menyebabkan lahir sebagai binatang. Pikiran yang menyebabkan lahir sebagai manusia. Pikiran yang menyebabkan mencapai moksa dan pembebasan.
- Ikang ambek duga- duga- dredha, maso ta ya wruh ta ya ri palenan ing wastu lawan maryada, wruh ta yeng isvaratattva, widagha ya, mamanis ta ya denyan pametwaken wuwusnya, mahalep pindakaranya awaknya, yeka laksana ning citta sattvika. Nihan tang rajah ngaranya.
Artinya :
Kejujuran, kebebasan, kelembutan, kekuatan, keagungan, ketangkasan, kehalusan dan keindahan adalah sifat – sifat pikiran sattvika.
Pikiran jujur dan teguh dapat membedakan antara benda dan batas – batasnya, memiliki pengetahuan tentang Isvarattva, pandai menunjukkan kelembutan dalam bicara, memiliki bentuk badan yang indah, merupakan sifat pikiran sattvika. Yang berikut adalah rajah :
- 18. Ikang ambek krora, lawan ikang ulah krodha katakut, darpa ta ya sahasika yat panasbharan lobha, capalahasta, capalapada, wakcapala, tan hana kasihnya, paleh – paleh masiga, yeka laksana ning citta si rajah ngaranya. Nihan tang tamah ngaranya.
Artinya :
Kekejaman, keangkuhan, kekerasan, kegarangan, keserakahan, ketidak – mantapan, kebengisan dan kecerobohan adalah siat – sifat rajasa.
Hati bersifat bengis, perilaku penuh amarah dan menakutkan, angkuh dah suka kekerasan. Ia garang dan serakah. Tangan, lidah kaki tidak tenang. Tidak ada yang dicintai. Ia ceroboh dan kurang hati – hati. Itulah sifat – sifat pikiran rajasa. Sekarang mengenai tamah:
- Ikang ambek wedi – wedi, luhnya pangemeh wuk turu, bwat angdwadwa, angelem amati – mati, paleh paleh, putek hati, abwat wulatnya, yeka citta si tamah ngaranya. Ikang citta sattva rajah tamah ngaranya, yatika umiket sang hyang atma, nihan phalanya.
Artinya :
Kemalasan, sifat pengecut, kelesuan, pembunuh, kesembronoan, kesedihan, kebisuan, sifat merugikan, keterlibatan merupakan sifat – sifat tamasa. (sloka belakangan tidak begitu jelas).
Pikiran ini dihinggapi oleh rasa takut, lelah, tidak suci, suka mengantuk, kecendrungan untuk berkata bohong, ingin membunuh, tidak hati – hati dan murung. Muka tampak kasar. Pikiran yang demikian disebut tamasa.
Ketiga citta ini, sattva, rajah dan tamah meliputi atman. Dengarkalah apa yang terjadi.
Dari 4 sloka diatas dijelaskan bahwa manusia memiliki Tiga sifat yaitu sattva, rajah dan tamah. Sattva merupakan Kejujuran, kebebasan, kelembutan, kekuatan, keagungan, ketangkasan, kehalusan dan keindahan. Rajah merupakan Kekejaman, keangkuhan, kekerasan, kegarangan, keserakahan, ketidak – mantapan, kebengisan dan kecerobohan. Sedangkan Tamah merupakan Kemalasan, sifat pengecut, kelesuan, pembunuh, kesembronoan, kesedihan, kebisuan, sifat merugikan, keterlibatan. Ketiga pikiran (citta) ini meliputi atman. Ketiga fikiran inilah yang akan menentukan atman lahir sebagai binatang, manusia, tumbuh – tumbuhan, dan lain – lain yang menyebabkan atman mencapai moksa dan pembebasan. Demikianlah penjelasan dari 4 sloka diatas bahwa pikiranlah penyebab surga dan neraka.
2.7. PIKIRAN YANG SANGAT KUAT PENYEBAB MOKSA
- Yan sattvika ikang citta, ya hetu ning atman pamanggihaken kamoksan, apan ya nirmala, dumeh ya gumawayaken rasa ning agama lawan wekas ning guru.
Artinya :
Pikiran sattvika yang sangat kuat tidak tercemar, seperti ether (atau paramatma?) baik (?), seperti angkasa(?) dan membuka jalan menuju moksa (?). ( Bait kedua, tiga dan empat tidak jelas). Pikiran Sattvika menyebabbkan atman mencapai moksa karena ia suci. Ialah yang menyebabkan terlaksananya ajaran agama dan ajaran para guru.
- Yapwan citta si rajah magong, krodha kewala, sakti pwa ring gawe hala, ya ta hetu ning atma tibeng naraka, salwir nikang sangsara hinidepnya.
Artinya :
Bila pengaruh rajasa sangat kuat, pikiran hanya diliputi amarah dan sebagainy. Hanya api yang muncul (Bait terakhir tidak jelas) Jika pikiran dipengaruhi oleh rajah, maka kekuatan amarahlah yang bekerja dalam melakukan perbuatan jahat. Hal inilah yang menyebabkan atman masuk neraka dan mendapat segala macam siksaan.
- Yapwan tamah magong ring citta, ya hetu ning atma matemahan tiryak, lima prakara ning tiryak ; Iwirnya, pasu mrega, paksi, sarisrepa, mina, kanemnya sthavara, pasu ngaranya ingwan – ingwan ing wanwa, sapi, kebo, swana, wok saprakara. Mrega ngaraning sattva haneng wana, singha, mong, kidang saprakara ring alas. Paksi ngaranya salwir ing manuk mor, hayam, itik saprakara sarisrepa ngaranya salwir ing alaku laku dadanya, wedit, lintah, ula, welut saprakara. Mina ngaranya salwir ing haneng wway, iwak lwah samudra, ityewamadi magong ademit saprakara, sasing lumaku laku ya jangama ngaranya, nahan temahan ing atma yan magong tamahnya, yan tan dadi ikang dharmasadhana denya, an pang dadi taya ta ya jarigama, ya ta matangyan matemahan kayu-kayu kapingnemnya janma, matangyan sthavara odwad, rondon, dukut saprakara ning tan kilip, tar molah ring unggwanya juga, yeka sthavara ngaranya, ikang kumilip ya jangama ngaranya, nahan tamahan ing atma yan agong , citta si tamah.
Sangka ring triguna metu tang buddhi, makweh prakara ning buddhi, nihan lwimya, dharma, jhanna, vairagya, aiswarya, ndhan hana ta baliknya, adharma, ajnana, avairagya, anaisvarya, nihan tang ngaranya, nahan ta vretti ning buddhi ngaranya.
Artinya :
Jika pengaruh tamasa yang sangat kuat, maka pikiran menjadi lesu dan kebingungungan.
Pengaruh tamasa terhadap pikiran menyebabkan atman lahir menjadi hewan. Ada lima jenis hewan yaitu, ternak, binatang buas, burung, binatang melata dan ikan. Jenis yang keenam (diluar hewan) adalah tumbuh – tumbuhsn. Ternak adalah hewan yang dipelihara seperti sapi, kerbau, anjing , babi, dan sebagainya. Binatang buas ialah binatang binatang yang hidup di hutan seperti singa, harimau, rusa dan lain lain. Burung ialah semua jenis burung yang bisa terbang, seperti ayam, itik dan lain – lain. Binatang melata adalah semua jenis binatang yang merayap (uraga) seperti ular, lintah, belut dan sebagainya. Ikan adalah semua jenis binatang air seperti ikan di sungai dan laut, besar atau kecil. Semua yang bergerak ini disebut jangama. Atman berwujud binatang apabila dipengaruhi oleh tamah. Bila dalam kelahirannya sebagai jangama ia tidak melaksanakan dharma, maka dalam kelahiran yang keenam ia menjadi tumbuhan. Hidup sthavara (tak bergerak) meliputi pohon yang merambat, pohon berdaun, rumput dan lain sebagainya. Pohon – pohon itu tidak berpindah dan keadaan seperti ini disebut sthavara, yang bergerak disebut jangama. Inilah perwujudan atman yang dipengaruhi oleh tamah.
Dari ketiga guna itu timbul buddhi. Ada beberapa jenis buddhi yaitu dharma, jnana, vairagya, aisvarya. Lawannya adalah adharma, ajnana, avariagya. Selanjutnya ada lima lawan (pancaviparyaya). Ada tusti dan astasiddhi. Semua ini berpengaruh terhadap buddhi.
Dari ketiga sloka diatas dijelaskan bahwa ada tiga pikiran yang sangat kuat yaitu : sattva, rajah, tamah. Pikiran sattva yang sangat kuat tidak tercemar, seperti ether atau Pramatman, seperti angkasa. Pikiran sattva yang sangat kuat inilah yang dapat membuka jalan menuju moksa karena pikiran ini sangat suci sebagai penyebab terlaksananya ajaran agama dan ajaran para guru untuk menuju moksa. Bila pikiran rajasa yang sangat kuat maka akan dipenuhi dengan amarah. Atman akan masuk neraka dan mengalami siksaan karena amarah yang bekerja dalam melakukan perbuatan jahat. Sedangkan bila pengaruh tamah yang sangat kuat maka pikiran menjadi lesu dan bingung. Pikiran inilah yang menyebabkan atman lahir sebagai binatang. Dari ketiga pengaruh guna yang sangat kuat itulah yang mempengaruhi sifat atman yang menyebabkan atman mencapai moksa.
2.8 LIMA KEDAAN ATMAN
Hana ta jagrapada ngaranya, hana ta swapnapada ngaranya, hana ta susptapada ngaranya, hana ta turyapada ngaranya, hana ta turyatanpada ngaranya, pada ngaranya, pada ngaraya unggwan sang hyang atma ika kalima, matangnyan pancapada ngaranya, ikang jagrapada ngaranya, ri kala ning tanghi tan alwalwal ikang tanghi, mangkana teka sang mangkana. Kunang yan ring swapnapada, tan wyakti kadyangga ning maya hana ring wwai, yun umideng ikang wway katon ikang maya, yapwan molah ikang wway tan wyakta ikang maya tinon, mangkana lwir nikang atma tan wyakta, apan salwir nikang pada lwir nikang ata,sang taijasa ngaranira yang mangkana. Yapwan ring susptapada, ri kala ning turu tepeng, lwir nikang surya acetana nirvana, niprakamya tan katon kahidep, lwir nikang susuptapada, mangkana sang hyang atma hilang tutur nira, umilwing acetana, tan tan panghidep lupa pinaka svabhavanya, sang sripada ngaranira yan mangkana, ika ta ng jagrapada swapnapada susuptapada, yatika juga pangadegan ing atma, yateka atmasangsara ngaranya, tutur maputeran ring dewa manusa tiryak swarga narakawakya. Kunang ikang turyapada, ya teka atmasiddhi ngaranya, mene ika wuwusen ing yogakrama lawan ikang turyatanpada, kunang ikang jagra swapna susupta yeka tamlah mawaluy – waluy ring atma, kadi hanyanya ring jagra, mangkana hananya ring swapna lawan susupta, kalinganya, matanghi, maturu, mangipi, mangkana juga wisaya nikang rat kabeh.
Sumahur baghavan Vrhaspati, ling nira, ikang atma hana ring jadrapada, maturu pwa ya hilang ta ya malupa ring rat kabeh, tulya mati ikang maturu, apan wiparita, atyanta yogya nikan maneher amatya, hilanga tan patanghya muwah, apan hilang marimanghidep muwah ikang atma, kaling nya wuwus ranak bhatara, apan asing manghidep ya sinangguh bhatara cetana, ngkan tan yogya ikang cetana waka ning atma apan mahurip ikang maturu muwah, ndya ta kalinganika.
Sumahur bhatara, ling nira, ya ta matangyan pintonaken ikang tattva kabeh, ikang pradhanatattva yeka acetana maka svabhavang lupa, wyapaka pwekang atma ring pradhanatattva, alupa ta ya, aan pradhana gumawe lupa ning atma, haneng pradhanatattva tekang atma ri kalanya n maturu wiparita.
Sumahur bhagavan Vrhspati, ling nira, yateka sangsaya ranak bhatara temen – temen, ri kadadinyan iweng – iweng ikang atma lawan ikang pradhanatattva, ikang lupa yeka niskala ning atma ri hidep ranak bhatara, apan metu sakeng lupa ikang tutur, tutur ngaranya ikang mahidep sukha dukha, ikang sukha duhkha yeka sangsara, sangsara pwa menghidep, ya ta matangyan tan yogya ikang hidep sangguhen visesa kunang ikang lupa ya visesa ngaranya, apan tan panghidep sukha dukha, mangkana ling bhagavan Vrhaspati.
Sumahur bhatara, ling nira, hemaniku, sinahuran paksanta kamung Vrhaspati, ikang lupa ya visesa lingta, acetana kang lupa ngaranya ikang acetana ngaranya iniccha dening cetana teka, padanya kadyangga ning lemah ginawe dyun, ikang magawe dyun yekang umiccha ya, ikang lemah yekang acetana, apan tan panghidep, ikang wwang yeka cetana, ikang acetana yeka ginawenya, kawwangun dyun pangluhan payun saprakara, sweccha nikang cetana, mangiccha dumadyaken, tadwat mangkan kadyangga nikang magawe dyun, tad wat mangkana ta bhatara, arpakeccha ikang acetana, acetana pwawak nikang lupa, ya ta matangyan tan yogya ikang paramartha lingnyu visesa, mangkana ling bhatara.
Sumahur bhagavan Vrhaspati, kady asambhava atekang lupa, tan wyakta ika, alilang tan kawaranan sadakala, apan ikang wastu mawak atah, kawenang iniccha lawan ginawe, ika ta tan hana juga, ya ta matangyan tan yogya ika gawayen.
Sumahur bhatara hemaniku sinahuran paksanta kamung Vrhaspati, mapa teku punah – punah denta mawuwus ikang paksa, huwus hilang cetana nikang maturu, moksa ta ya, mateher haywa manghidep muwah, apan taya ikang visesa lingta, an ta ya lwir nikang visesa wih, umapa tekan hana huwus hana, umaluy taya, huwus taya, umaluy hana, mangkana karikang sinaggah visesa ngaranya, mangkana karikang sinagguh paramartha ngaranya, yateka sinangguh jnana wiparita ngaranya, wulangun pati tuduh – tuduhi, yatika inuhutaken jnana sang pandita.
Sumahur baghavan Vrhaspati ndya tekang sinagguh paramartha, sajna bhatara, kasihana warahen ranak bhatara mangkana ling bhagavan Vrhaspati.
Sumahur bhatara ling nira.
Artinya :
Dalam keadaan melek, mata melihat. Semuanya nyata dan dalam bermacam – macam bentuk. Keadaan tidur menyerupai buih dan berubah – ubah seperti maya. Keadaan tidur lelap seperti malam kelam, sama sekali tidak tergambarkan. Keadaan keempat adalah halus, diluar alam pikiran, tak termusnahkan, orang bijaksana mengatakannya sebagai nirvana.
(Juga dapat diterjemahkan untuk menjelaskan kelima jenis pancapada itu sebagai berikut : “ keadaan keempat adalah halus ; dan ( yang kelima ) yang diluar alam pikiran dan tak terbinasakan adaah apa yang oleh orang bijaksana disebut nirvana”).
Pancapada itu ialah jagrapada, svapnapada, susuptapada, turyapada dan turyatanpada. Pada artinya tempat tinggal atman. Semuanya ada lim. Karena itu dinamakan pancapada. Jagrapada artinya bahwa pada saat melek, kesadaran, tidak begitu tinggi. Dalam keadaan seperti ini atman dapat dilihat dan dirasakan dengan jelas. Keadaan ini disebut visva. Adapun svapnapada artinya kurang jelas, seperti bayangan dalam air. Jika itu tenang bayangan itu akan tampak. Jika air itu bergerak, bayangan tidak jelas. Begitu pula wujud atman, tidak akan jelas karena semua jenis tempat seperti wujud atman. Keadaan ini disebut taijasa. Kini penjelasan tentang susuptapada. Ia seperti saat tidur lelap. Ia berwujud kosong, tidak sadar, nirvana, tanpa keinginan, tidak terlihat, atau teralami. Itulah penjelasan mengenai susuptapada. Atman kehilangan kesadaran. Ia bergabung dengan acetana. Ia tidak mengalami apa – apa; ia dalam alam tidak sadar. Keadaan ini disebut sripada. Jagrapada, svapnapada, dan susuptapada adalah tempat atman. Hal ini disebut atma samsara. Kesadaran dibagi – bagikan di antara para dewa, manusia dan binatang. Surga dan neraka adalah perwujudannya. Sedangkan turyapada disebut sebagai atmasidhi. Sebentar lagi aku akan berbicara tentang yogakrama dan turyatanpada. Jagra, svapna dan susupta berulang kali kembali kepada atman. Ia ada pada jagra, ada pada svapna dan ada pula pada susupta. Ia berarti melek, tertidur dan mimpi. Inilah yang menjadi tujuan (visaya) dunia.
Bhagavan Vrhaspati berkata kembali: Atman yang sedang berada pada jagrapada, selama tertidur ia lenyap dan tidak mempunyai kesadaran akan alam dunia. Orang yang sedang tidur sama seperti orang mati, ia dalam keadaan viparita (“lawannya hidup”). Bisa terjadi ia berubah menjadi mati, hilang tanpa sadar kembali. Atman lenyap dan tidak melihat lagi. Maksud putranda, O. Guru, adalah demikian : Karena semua yang dialami, Guru sebut cetana, maka apakah tidak benar bahwa perwujudan atman adalah cetana karena orang tertidur hidup kembali? Apakah artinya ini?.
Mahesvara menjawab : Semua tattva telah aku jelaskan. Pradhanatattva menjadi tidak sadar karena pradhana menyebabkan ketidaksadaran atman. Pada waktu tidur atman dalam pradhantattva, jadi viparita (“berlawanan dengan sifatnya sendiri, yaitu acetana”).
Bhagavan Vrhaspati berkata : inilah keragu – raguan yang ada dalam pikiran putranda, O Guru, mengenai persamaan antara atman dan Pradhanatattva. Ketidak – sadaranlah yang menjadi penebusan atman menurut konsep putranda karena kesadaran timbul dari ketidak – sadaran. Kesadaran artinya mengalami senang dan sakit. Senang dan sakit adalah samsara. Samsara berarti mengalami, jadi tidak benar bila kita mengatakan bahwa pengalaman ini sebagai kenyataan yang tertinggi (visesa). Ketidak – sadaran ialah apa yang dinamakan visesa karena ia tidak mengalami senang maupun sakit. Demikianlah kata bhagavan Vrhaspati.
Mahesvara menjawab : anakku, O Vrhaspati, aku akan menjawab pertanyaanmu. Menurut pendapatmu ketidak – sadaran adala visesa. Tetapi ketidak sadaran adalah acetana. Acetana ini dicari oleh cetana. Seperti halnya tanah liat yang dipakai untuk membuat periuk. Orang membuat periuk itu adalah orang yang mencarinya. Tanah liat adalah acetana, karena ia tidak mengalami. Orangnya adalah cetana. Acetanalah yang dibentuk orang itu. Pembuatan periuk, kendaraan (?), pembungkus(? Atau payung), dan lain – lain adalah keinginan cetana, yang ingin membuatnya. Orang yang membuat periuk dapat disamakan dengan Tuhan. Ia menuruti kehendaknya yaitu acetana. Sifat ketidaksadaran adalah acetana. Maka itu tidaklah benar menamakanna paramartha, yang engkau sebut visesa. Demikian kata sang Guru.
Bhagavan Vrhaspati menjawab : ketidak sadaran ini tampaknya tidak mungkin, tak berwujud, tapi suci dan selalu tanpa pembungkus. Ia adalah sesuatu yang mempunyai badan yang dapat diinginkan dan dikerjakan. Tetapi ia adalah tidak ada ( yaitu tanpa badan ). Jadi tidak dapat dikerjakan.
Mahesvara menjawab : Anaku Vrhaspati, pertanyaanmu telah aku jawab. Mengapa engkau ulang – ulang terus pertanyaan itu. Bila bila cetana orang yang sedang tidur itu lenyap, ia tertebus, ia tidak akan pernah mengalami lagi. Menurut pendapatmu tak – ada (asat) adalah kenyataan trtinggi (visesa). Jika tak – ada (asat)adalah sifat visesa, mengapa ia ada (sat), ia lagi menjadi ada (sat). Demikianlah konsep visesa. Demikianlah konsep pramartha. Inilah yang disebut viparitajnana (“pengetahuan yang salah”). Telah dinyatakan di mana – mana sebagai kebingungan. Ini tidak akan menjadi terjadi karena adanya pengetahuan pandita. Bhagavan Vrhaspati bertanya : apakah yang dikatakan Paramartha, O Gurunda, mohon dijelaskan kepada ananda. Demikian kata Vrhaspati. Mahesvara menjawab.
Dari sloka diatas dijelaskan lima keadaan atman. Ada lima keadaan atman yang disebut dengan pancapada yaitu jagrapada, svapnapada, susuptapada, turyapada, dan turyantapada. Jagrapada artinya pada saat melek kesadaran tidak begitu tinggi. Svapnapada artinya kurang jelas aeperti bayangan dalam air. Yang artinya bila saat pikiran tenang atman akan tampak dan dapat dirasakan keaadannya seperti saat air tenang maka bayangan akan tampak demikian pula sebaliknya. Susuptapada berarti atman berdada pada alam tidak sadar yang artinya berwujud kosong, tanpa keinginan, tidak terlihat atau teralami seperti saat tidur lelap. Jagrapada, svapnada, dan susuptapad adalah tempat tinggal atman. Sedangkan turyapada adalah keadaan halus dimana atman mempunyai sifat yang halus seakan – akan sulit mengetahui keaadannya dan sulit juga untuk merasakannya. Yang terakhir adalah turyantapada dimana atman diluar alam pikiran dan tak terbinasakan atau atman mempunyai sifat yang tak pernah musnah. Sifat ketitak sadaran atman disebut dengan acetana sedangkan alam sadar disebut dengan cetana. Demikian lah keadaan atman yang dijelaskan diatas. Bahwa atman memiliki lima keaadaan dimana bila cetana orang itu sedang tidur hilang tau lenyap atman telah tartebus dan tidak akan mengalami apapun lagi. Karena kesadaran itu timbul dari ketidaksadaran yang dimana kesadaran akan dicari oleh ketidak sadaran. Demikianlah lima keadaan atman.
2.9 TIGA JALAN MENCAPAI MOKSA
Telu prakara nikang sadhana, anung gawayakena de sang mahyun ing kalepasan, jnanabhuyudreka ngaranya ikang wruh ring tattva kabeh, indriyayoga marga ngaranya ikang tan jenek ring wisaya, trsnadosaksya ngaranya ikang humilangaken phala ning subhasubhakarma, ika ta katelu, yateka gawayakena,deya ning gumawayakena, pusernya ya ta gegonta, kadyangga ning jala dinudut pusernya, katut matanya timahnya kabeh, tadwat mangkana tekang jnana masimpen, yeka pinaka puser nikang sadhana telu, ndya tekang jnana masimpen gegonta, yan kwa linganta wih, ikang cetana wehwn prakasa ring jnana, prakasa ngaranya tatan akapademan, tan wuta ring peteng, tan kaputekan pramana, nityomideng tan kawaranan, apan yekawak bhatara, pratyaksa niran haneng sarira, yatika pahagongen abhyasan helem – helem, apan jati nika yan inabhyasa, tumut ikang cetana pwa inabhyasa niyata makaphala ikang Sivatattva.
Sumahur baghavan Vrhaspati, ling nira hana ta paksa waneh rinengo ranak bhatara, ikang hurip matangyan hana papupul nikang sarira, ya ta humangun ikang hana, wyaktinya, hyang wwang malara, api tuwi pinerang, rinacun kunang, ikang kalaranya, bheda ika sariranya lawan lara nika sariranya, ya ta magawe pati ngaranya, ikang pati ngaranya hilang juga tarpahamban, nahan wyaktanyan sarira wenang humangun ikang hurip, paramarthanya, ikang mahurip ya juga sangsar, ikang mati ya moksa ngaranya, apan hilang tahu – tahu tan panghidep lara, mangkana ling ning paksa waneh, sajna bhatara.
Sumahur bhatara, haywa kita majaraken ika ring sabha, kerang irang ikang paksa mangkana, pira ta hingana nikang mata mulat, yan ikang sakatonan pinintonaken, mapa karikang mati ngaranyan tan pangjanma muwah, apekang subhasubhakarma ginawenya, tan kapwa pramana lingta, nihan sang hyang Aditya anung pratyaksa katon, wruh kita ri sangka nira lawan surupan ira, wetan sangka nira, kulwan surupa ira, yapwan kwan linganta wih, rasika sang metu wengi, karika san netu mangke, yan kwa linganta, an didala nira waluy, yan sira mangetan tinon ta, kari siromaluy mon pratyaksa wruh kita weh, taha (?) dudu sang metu wengi, dudu sang metu mangke, yapwan kwalinganta wih, apayapan yaya ta lwir nira, tan palenan pada pada ta sira ya ta wih, kita tumon pasamuha sang hyang Aditya, ndi ta kita wruh ri keweh nira, matangyan dwa ning sumangguh sira dudu, tapwan wyakta wruh terika kabeh, ya ta matangyan tan yogya ikan pramana, ikang sakaton lawan manon, yateka paksa ning manusa, atyanta wiparitanya, vyamoha mapetengtan panganti suluh, nguniweh ikang rahina, umajaraken samenaka ning tutuknya, ya hetu ning pramanopama, yan hinanaken ri sang hyang Aji, apan yeka pinaka sipat ning wuwus yatanyan tan pamahya irikang jnana, ya ta matangyan anakku sang Vrhaspati prayatna tan kita, haywa rengo – rengo, irikang wuwus yan panayaken pramana, apan iki sang hyang aji masundang – sundangan lawan pramana svabhava nira, kala nikang pati ngaranya wih, tuhun mapasah lawan pancamahabhuta juga tekang atma, ri sarira, ikang aganal juga hilang, ikang atma, langgeng tan molah, apan ibek ikang rat kabeh dening atman, ya ta matangyan paparan ikang atma, ikang pancatanmatra pinakawaknya lawan ikang dasendrya, buddhi manah ahamkara sattva rajah tamah, huwus rumuhun ikang raga dwesa moha lawan ikang karmavasana, ika kabeh, kapwa rumaket ing atma, mwang si pancamahabhutadi, sinurataken ing awak ning atma, anapak sarira ikang pancatanmantra, nahan sarira ning atma ri kala ning pati, apa matangyan pangjanma muwah, apan huwus rumaket ikang cittanya ring sariranya, wyaktinya tan hana wwang tang karaktan ring wisaya, ikang wwang ahurip, aharanidrabhaya maithunanca, maharep arabya malakya, kapwa matakut ring pati, ring kaduhkan, aharep amangan anginum, ahat ring inak, mangkana svabhava ning janma, ika ta citta ring sarira mangkana, tan paphala karika ri hidepnya, apan kamemeken vasana kabeh ring atma, ring kapantika tan pangjanma muwah, kunang sang wiku wenang tuminggalaken wisaya lawan sang yogisvara, atyanta siramangguhakena kamoksan, kunang apan alit ikang pancatanmatra pinaka sarira ning atma, matangyan suksmasarira ngaranya, yatika sarira ning atma an pa sarira ring narakaloka, mawak ta ya ngakana, pinaka penghidepnya sangsara, yan ahayu gawenya nguni ring manusa, ya ta hetunyan tibeng naraka, yan ahayu gawenya huni ring manusa, ya ta matangyan pangjanma manusa muwah, luput sakeng hala hayu pagawenya nguni ring manusa, kapanggih tang kawikun denya, wenang gumawayaken brata bhatara, nda tar wruh ta ya ring kayogisvaran ri kala ning huripnya, pejah ta ya, mangjanma ta ya muwah, irika ta yan pamanggihaken kayogisvaran denya, sira ta visesa ring kawikun, tiga lwir ning kawikun, lwirnya, hana karma ngaranya, hana jnana ngaranya, hana yogi ngaranya,karma ngaranya, sang kayika brata sira, mamuja, mahoma, majapa, sira sowe – sowe, yapwan ring patapan, mananem – nanem gawe nira, phala ning tanem taneman ira, ya ta pinujaken ira ring bhatara lawan ing sang abhyagata, nahan yang karma ngaranya, jnana ngaranya, wruh siran dewatawak nira pwa ya kabeh, lawan bhuwanatattwawak nira, wruh ta sireng jnana malilang aho mahening, pinaka sala, bhatara an haneng sarira,matangyan humeneng juga, tan pamuja, tan pahoma tan pacaru tan pagawe kaba – kaba, santosa ring jnana nira, tan pati gawe – gawe ni (ra),. Kewala tekang cetana juga tinungkulan ngaranya ira sadakala,apan enak wruh niran visesa nahan matangyan jnana ngaranya, kunang ikang sang yogisvara, sira ta tumutaken, ika sang hyang prayogahasandi, apan alaksana ikan sang visesa, tan kena winastawan, salah winarahaken, yata matangyan tiga ikang pramana, lwirya, gurutah, sastratah, swatah, gurutah ngaranya warah – warah sang guru, sastratah ngaranya ikang warah maka sadhanang sastra, swatah ngaranya apan ri kawakan ira juga umangguhaken ika sang hyang visesa, upaya nira sang yogisvara ika, ndah yeki puser ning jala ngaranya, ikang winarahaken kwi nguni ri kita.
Artinya :
Moksa dapat dicapai melalui tiga jalan : dengan mempelajari segala ilmu pengetahuan, dengan melepaskan diri (ayogya) dari segala indriya, dan dengan menghilangkan pengaruh nafsu.
Ada tiga cara yang harus dilakukan oleh orang yang ingin mencapai moksa. Jnanabhyudreka artinya pengetahuan tentang semua tattva, indriyayogamarga artinya orang yang tidak menikmati indriya, trsnadosaksaya yang berarti orang yang memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk. Ketiga hal inilah yang harus dilaksanakan. Jika engkau mau melaksanakannya engkau harus pusatkan pada pusar (yaitu pada intinya). Sama halnya dengan jala, jika pusatnya ditarik, seluruh jala dan pemberatnya aakan ikut. Demikianlah rahasia ilmu itu, pusat ketiga jalan itu. Pada ilmu yang manakah yang harus engkau pusatkan? Ketahuilah bahwa cetana adalah terang(prakasa) dalam pengetahuan. Prakasa artinya apa yang tidak padam. Apa yang tidak diliputi kegelapan, apa yang tidak dipengaruhi oleh pramana, apa yang tetap tenang, apa yang tidak terbungkus, karena ia adalah perwujudan Tuhan, yang ada dalam badan. Ia harus dibiarkan terus bertambah besar, dan harus dilaksanakan terus, karna memang sifatnya demikian. Maka cetana dilaksanakan pula dan hasilnya adalah sivatattva.
Bhagavan Vrhaspati berkata : Ada satu pendapat lagi yang ananda dengar, O Guru. Karena hidup mengikat badan, maka ia resah selama ia ada. Penjelasannya begini : Lihatlah orang – orang yang sedang sakit, luka karena senjata tajam dan keracunan. Itulah yang diderita mereka. Luka dan – penyakit mereka menyebabkan kematian. Mati berarti penghancuran tanpa rasa enak. (?)
Jelaslah bahwa badan dapat menyebabkan (?) keresahan dalam hidup (?). aArti sebenarnya ialah bahwa hidup mengalami penderitaan. Mati adalah pembebasan, karena bila telah musnah, orang tidak mengalami penderitaan. Demikianlah pendapat itu, O Gurunda.
Mahesvara mnjawab : Jangan mengatakan hal itu dalam pertemuan ; pendapat seperti itu memalukan. Berapa jauhkah batas mata dapat melihat apa yang dilihat dan apa yang diperlihatkan. Apakah mati itu? Tidak lahir kembali. Apakah hubungannya dengan perbuatan baik dan buruk, yang telah dilakukan? Engkau tidak dapat membuktikan kata – kata itu. Ada matahari yang dapat kita lihat dengan jelas. Tahukah engkau dari mana ia terbit dan dimana ia terbenam? Timur adalah tempat terbitnya dan barat adalah tempat terbenam. Jika engkau mengatakan ia yang muncul kemari adalah orang yang muncul hari ini, dan jika engkau lalu mengira bahwa ia kembali karena ia dilihat dengan jelas di Timur, dan jelas ia dilihat kembali; dan jika engkau mengira engkau mengetahui, itu tidak benar. Lain orang yang muncul kemarin dengan, lain pula orang yang muncul hari ini. Jika engkau mengira wajahnya sama, tanpa hari ini. Jika engkau mengira wajahnua sama, tanpa perbedaan, mereka memang sama. Bagaimana engkau dapat melihat kumpulan matahari? Bagaimana engkau dapat ketahui jumlahnya? Karena orang yang menganggap mereka berbeda, ia berkata bohong. Jelas ia tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu. Oleh karena itu segala yang dilihat dan orang yang melihat bukan bukti yang tepat. Yang demikian itu adalah pendapat orang yang sangat bertentangan, bingung, dalam kegelapan tanpa cahaya, jangankan sinar pada siang hari, orang yang berkata semaunya. Oleh karena itu pramanopama terdapat dalam Kitab suci. Ia memberikan bimbingan batin, maka jangan engkau percaya dengan pengetahuan yang disebut tadi.oleh sebab itu anakku Vrhaspati, engkau harus berhati – hati dan jangan mendengarkan kata – kata yang bertentangan dengan pramana, karena Kitab suci dan pramana saling menunjang. Itulah sifatnya. Pada saat dinamakan mati atman dalam badan terpisah dari lima unsur fisik itu ( mahabhuta ). Wujud fisiknya lenyap. Atman tetap dan tak terrgerakkan karena seleruh alam penuh atman. Oleh karena itu kelima tanmatra sebagai badan beserta sepuluh indria menjadi satu. Budddhi, manah, ahamkara, satwa, rajah, tamah, keterikatan kebencian, tergila-gila beserta karmavasana semuanya itu terikat dengan atman. Jika kelima tanmatra terwujud lima mahabhuta dll. Terikata kepada badan atman. Demikianlah badan atman pada saat mati. Mengapa Ia lahir kembali? Karena cittanya melekat erat pada badan. Begini penjelasannya : tidak ada orang yang tidak terikat kepada Indria. Orang hidup terikat kepada makanan, tidur, rasa takut, dan seks yaitu ingin mempunyai istri atau suami, takut akan mati dan sakit, ingin makan dan minum, sangat terikat kepada kesenangan. Itulah sifat manusia. Citta dalam dalam badan seperti tidak menghasilkan buah dalam hidupnya karena semua vasana tertanam pada atman dalam masa sebelum ia lahir kembali. Akan tetapi para pertapa dan yogiswara mampu meninggalkan nafsu, jerlaslah mereka dapat mencapai moksa. Karena kelima tanmatra yang membentuk badan atman itu sangat alus,maka ia disebut badan halus (suksmasarira), inilah bentuk badan atman bila ada di neraka. Bila ia terwujud disana , ia mengalami penderitaan. Jika ia perbuatannya buruk pada waktu hidup sebagai manusia, maka perbuatannya itu menyebabkan ia jatuh ke dalam neraka. Jika waktu hidup sebagai manusia perbuatannya baik, maka ia hidup di surga dan mengalami kesenangan. Jika waktu hidupnya sebagai manusia dulu perbuatannya tidak tergolong baik tidak pula buruk maka ia akan lahir kembali sebagai manusia. Jika ia bebas dari perbuatan baik dan buruk dalam hidupnya sebagai manusia, ia menjadi pertapa. Ia mampu melaksanakan perintah dan larangan Tuhan. Akan tetapi, semasa hidupnya ia tidak menyadari sifat yogisvaranya. Jika ia meninggal dan lahir kembali maka ia mencapai tingkat yogisvaranya itulah puncak kehidupan pertapa. Ada tiga macam kehidupan pertapa yaitu karma, jnana dan yoga. Karma artinya orang yang melakukan perbuatan yang bersifat fisik, beribadah, puja api dan mengucapkan mantra panjang. Jika ia tinggal dipertapaan kegiatan ini tetap dilakukan. Buah kegiatannya ini dipersembahkankepada Tuhan dan kepada tamu-tamu. Inilah yang disebut karma. Jnana artinya orang mengetahui bahwa dewa-dewa dan bhuvanatattva ada dibadannya. Pengettahuannnya itu suci, terang, jelas, yang menjadi persemayaman Tuhan selama kehadirannya dalam badan. Ia tenang, tidak melaksanakan ibadah atau puja api, tidak mempersembahkan sesajen (caru) dan tidak melakukan ilmu sihir. Karena merasa puas akan pengetahuannya ia tidak pernah melakukan apa-apa. Hanya cetana yang tetap dijunjung olehnya, karna ia tahu pasti bahwa itulah yang tertinggi (visesa). Maka ia dikatakan berilmu (jnana). Tetapi yogisvara melaksanakan prayogasandhi, karena visesa tidak dapat dijelaskan. Ia tidak dapat diyakinkan dan sulit digambarkan. Maka dikenal adanya tiga pramana yaitu gurutah, sastratah, svatah. Gurutah artinya ajaran seorang guru. Sastratah artinya ajaran-ajaran kitab suci. Svatah berarti pengetahuan yang ia sendiri perolah tetang visesa. Itulah jalan yogisvara. Jadi inilah pusat jala, yang aku katakan sebelumnya kepadamu. (Terjemahan lain : Orang yang mengetahui seluruh konsep ke – Tuhanan dan bhuvanatattva).
Dari sloka diatas dijelaskan bahwa moksa dapat dicapai melalui tiga jalan dengan mempelajari segala ilmu pengetahuan, dengan melepaskan diri atau ayoga dari segala indriya, dan dengan menghilangkan pengaruh napsu. Ada tiga cara yang harus dilakukan untuk mencapai moksa yaitu : Jnanabhuyudreka artinya pengetahuan tentang semua tattva, Indrayayogamarga artinya orang yang tidak menikmati indrya, trsnadosaksaya artinya orang yang memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk. Ketiga hal inilah yang harus dilaksanakan. Jika atman melaksanakannya maka akan bertemu dengan pusat terangnya dimana atma akan mencapai moksa. Karena bila atman dapan melaksanakannya atman tidak akan diliputi dengan kegelapan dan akan bersifat terang tak ternoda. Jika atman waktu hidupnya sebagai manusia dulu perbuatannya tidak tergolong baik tidak pula buruk maka ia akan lahir kembali sebagai manusia. Jika atman bebas dari perbuatan baik dan buruk dalam hidupnya sebagai manusia, ia menjadi pertapa. Ia mampu melaksanakan perintah dan larangan Tuhan. Akan tetapi, semasa hidupnya ia tidak menyadari sifat yogisvaranya. Jika ia meninggal dan lahir kembali maka ia mencapai tingkat yogisvaranya itulah puncak kehidupan pertapa. Ada tiga macam kehidupan pertapa yaitu karma, jnana dan yoga. Karma artinya orang yang melakukan perbuatan yang bersifat fisik, beribadah, puja api dan mengucapkan mantra panjang. Jika ia tinggal dipertapaan kegiatan ini tetap dilakukan. Buah kegiatannya ini dipersembahkankepada Tuhan dan kepada tamu-tamu. Inilah yang disebut karma. Jnana artinya orang mengetahui bahwa dewa-dewa dan bhuvanatattva ada dibadannya. Pengettahuannnya itu suci, terang, jelas, yang menjadi persemayaman Tuhan selama kehadirannya dalam badan. Ia tenang, tidak melaksanakan ibadah atau puja api, tidak mempersembahkan sesajen (caru) dan tidak melakukan ilmu sihir. Karena merasa puas akan pengetahuannya ia tidak pernah melakukan apa-apa. Hanya cetana yang tetap dijunjung olehnya, karna ia tahu pasti bahwa itulah yang tertinggi (visesa). Maka ia dikatakan berilmu (jnana). Tetapi yogisvara melaksanakan prayogasandhi, karena visesa tidak dapat dijelaskan. Ia tidak dapat diyakinkan dan sulit digambarkan. Maka dikenal adanya tiga pramana yaitu gurutah, sastratah, svatah. Gurutah artinya ajaran seorang guru. Sastratah artinya ajaran-ajaran kitab suci. Svatah berarti pengetahuan yang ia sendiri perolah tetang visesa. Itulah jalan yogisvara. Maka dari hal yang demikian bila atman bisa melaksanakan ketiga jalan tersebut maka atman akan mencapai moksa yaitu pembebasan yang disebut dengan tujuan tertinggi umat manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
- Atman tidak mencapai moksa dikarenakan sattwam, rajah, tamah (tri guna) yang melekat pada alam pikiran (citta) yang menyebabkan atman tidak bisa bersatu dengan paramatman. Sifat sattwa adalah sifat tenang, suci, bijaksana, cerdas, terang, tentram, waspada, disiplin, dan sifat – sifat baik lainnya. Sifat rajah adalah gesit, lincah, goncang, tergesa – gesa bimbang, dinamis, irihati, congkak, kasar, bengis, cepat tersinggung, angkuh, dan dan bernafsu. Sedangkan sifat tamah adalah sifat paling tidak sadar, bodoh, gelap, sifat pengantuk, gugup, malas, kumal dan kadang – kadang suka berbohong.
- Moksa merupakan kelepasan atau kebebasan. Ada tiga cara yang harus dilakukan u mencapai moksa yaitu : Jnanabhuyudreka artinya pengetahuan tentang semua tattva, Indrayayogamarga artinya orang yang tidak menikmati indrya, trsnadosaksaya artinya orang yang memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk. Ketiga hal inilah yang harus dilaksanakan.
- Tujuan akhir dari umat manusia adalah kesucian lahir dan bathin yaitu mencapai moksa moksa dapat dicapai oleh manusia pada saat hidup maupun setelah meninggal. Jika moksa dapat dicapai oleh atman maka atman akan menyatu dengan brahman dengan cara melepaskan endapan sifat rajah dan tamah.
3.2 Saran
- Dengan mengetahui tentang ajaran moksa maka orang harus sadar, bahwa kelahirann ditentukan oleh pikiran Tri Guna yaitu sattwa, rajah, dan tamah. bila seseorang yang dipenuhi dengan pikiran sattwa atau sifat yang baik maka lahirlah ia menjadi orang yang berbahagia, berbadan sehat dan berhasil mencapai cita – citanya. Sebaliknya bila dipenuhi dengan sifat rajah dan tamah ia akan lahir menjadi orang yang menderita ataupun binatang. Oleh karena itu kelahiran kembali ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri sehingga bisa mencapai moksa.
.2. pergunakanlah kesempatan menjelma menjadi manusia. Karena kesempatan ini sangat sulit diperoleh karena kesempatan ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk dapat mencapai moksa.
- pergunakanlah kesempatan sebagai manusia dengan melaksanakan ajaran agama dan menjalankan dharma sehingga bisa mencapai moksa untuk melepaskan diri dari ikatan duniawi yang menyengsarakan.
Komentar
Posting Komentar